Untuk Mendukung Blog Ini Klik Salah Satu Iklan Yang Tayang. DONASI DISINI

Analisis Lengkap Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Hikayat Ibnu Hasan

 Analisis Lengkap Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Hikayat Ibnu Hasan - Menurut KBBI Hikayat adalah karya sastra lama melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan dari sifat sifat itu. Salah satu contohnya yaitu hikayat ibnu hasan, berikut ini saya akan memberikan analisis lengkap unsur instrinsik dan ekstrinsik hikayat Ibnu Hasan yang bisa kamu pelajari. 

Analisis Lengkap Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Hikayat Ibnu Hasan 

Sinopsis Hikayat Ibnu Hasan

Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan bernama Syekh Hasan, banyak harta banyak uang terkenal kesetiap negeri merupakan orang terkaya bertempat tinggal di Negeri Bagdad yang terkenal kemana-mana sebagai kota yang paling ramai saat itu.

Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya.

Syekh Hasan saudagar yang kaya raya memiliki seorang anak laki-laki yang sangat tampan, pendiam, dan baik budi, berusia sekitar tujuh tahun Ibnu Hasan namanya. Ibnu Hasan sedang lucu-lucuya semua orang senang melihatnya apalagi orang tuanya namun demikian anak itu tidak sombong, perilakunya kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan sandang, namun Ibnu Hasan sama suka bersolek karena itulah kedua orang tuanya sangat menyayanginya.

Ayahnya berfikir,”Alangkah salahnya aku, menyayangi diluar batas, tanpa pertimbangan, bagaimana kalau akhirnya, dimurkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka tak dapat mendidik anak mengkaji ilmu yang bermanfaat.”

Dipanggilnya putranya, anak itu segera mendatanginya diusap-usapnya putranya sambildinasihati bahwa ia harus mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir tapi pergilah ke Mesir carilah jalan menuju keutamaan. ”Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak, siang malam hanya perintah ayah ibu yang hamba nantikan.”


Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat kepesantren, berpisah dengan kedua orangtuanya hatinya sangat sedih ibunya tidak tahan menangis terisak-isak harus berpisah dengan putranya yang masih sangat kecil belum cukup usia.

“Kelak, apabila anaknya sudah sampai ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri karena jauh dari orang tua harus tahu ilmunya hidup jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.” Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang

Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanlah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”

Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun. Mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang sesekali menggantikan tugas Mairun.

Perasaan sedih prihatin, kehujanan, kepanasan, selama perjalanan yang makan waktu berhari-hari namun akhirnya sampai juga dipusat kota Negara Mesir, dengan selamat berkat do’a ayah dan ibunda selanjutnya, segera ia menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.

Pada suatu hari, saat ba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?” Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?” “sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar,  berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan.”

Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya, dia segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu. Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.” Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu,”Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah, mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknya pun banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat ternyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihi orang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.” Maka, yakinlah kyai itu akan bauk muridnya.


1. Analisis Dari Segi Intrinsik

a. Tema

Seorang anak ( Ibnu Hasan ) yang berbakti, menuruti dan mematuhi perkataan orang tua Seorang anak ( Ibnu Hasan ) yang ingin mengkaji ilmu yang bermanfaat

b. Alur

Alur yang digunakan dalam hikayat tersebut adalah alur maju

c. Sudut Pandang

 Sudut pandangnya adalah sudut pandang orang ketiga. 

d. Gaya Bahasa 

Gaya bahasa yang digunakan dapat dimengerti dan jelas.

e. Latar

- Tempat

Negeri Bagdad, Pusat Kota Negara Mesir, Pesantren

- Waktu  

 Syahdan, zaman dahulu kala, saat ba’da zuhur

- Suasana

Senang, sedih

f. Penokohan

Syekh Hasan                      : Protagonis

Ibnu Hasan                         : Protagonis

Ibu Ibnu Hasan                   : Protagonis

Mairun                                : Protagonis

Mairin                                 : Protagonis

Saleh                                   : Protagonis

Guru Kyai                          : Protagonis                      


- Metode Analitik dan Dramatik

Hasan : Sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan,          menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya, seorang hartawan ( banyak harta dan uang )

       Ibu Ibnu Hasan : Baik, penyanyang

      Mairun   : Baik

       Mairin   :Baik

       Saleh      : Baik, pintar  

       Guru Kyai : Baik

g. Amanat

Janganlah menjadi orang yang sombong, angkuh dan menghina orang lain hanya karena kita banyak harta dan tidak kekurangan sandang pangan serta jadilah anak yang selalu berbakti kepada orang tua. Karena apa yang kita miliki sat ini hanyalah titipan allah akan mengambil semua yang allah berikan ketika hambanya menyombongkan diri kepada orang lain.

h. Konflik

Karena Ibnu Hasan diperintah ayahnya untuk mengkaji ilmu yang bermanfaat ke Negara Mesir sehingga ibunya tidak tahan melihatnya pergi dan menangis terisak-isak.


2. Analisis Unsur Ekstrinsik

a. Nilai Agama

(“……..dengan selamat berkat do’a ayah dan ibunda selanjutnya, segera ia menemui seorang alim ulama, terus berguru padanya.”) Dan (“Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan, menasehati yang berikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu yang baik, walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak pengikutnya.”)

Nilai agama yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah berkat doa orang tua kepada anaknya maka selamatlah anaknya sampai tujuan serta sebagai umat yang beragama kita selalu berdoa kepada Tuhan Yang maha Esa agar selalu diberikan keselamatan dan juga kita selalu menyanyangi orang yang tidak mampu.

b. Nilai Sosial

“Singkat cerita Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil, Mairin dan Mairun. Mereka berangkat berjalan kaki, Mairun memikul semua perbekalan dan pakaian, sementara Mairin mengikuti dari belakang sesekali menggantikan tugas Mairun.”

Nilai sosial yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa kita sesame manusia harus saling tolong menolong dan saling melindungi satu sama lain.

c. Nilai Budaya

“Dipanggilnya putranya, anak itu segera mendatanginya diusap-usapnya putranya sambil dinasihati bahwa ia harus mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku kuatir tapi pergilah ke Mesir carilah jalan menuju keutamaan. ”Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan jalan menuju kemuliaan, jalan kematianpun hamba jalani, semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan ku tolak, siang malam hanya perintah ayah ibu yang hamba nantikan.”

Nilai budaya yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa kita sebagai seorang anak akan selalu mematuhi perkataan orang tua kita namun perintah yang positif.

d. Nilai Adat Istiadat/Etika

“Kelak, apabila anaknda sudah sampai ketempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri karena jauh dari orang tua harus tahu ilmunya hidup jangan keras kepala, angkuh dan menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada dirantau orang, kalau judes akan mendapatkan kesusahan, hati-hatilah menjaga diri jangan menganggap enteng segala hal.” Ibnu Hasan menjawab dengan takzim,”Apa yang Ibu katakan, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakanlah aku agar selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan ibu akan kuperhatikan, siang dan malam.”

Nilai etika dari penggalan hikayat tersebut adalah jangan merasa sombong dan saling tolong menolonglah terhadap sesama karena setiap orang akan saling membutuhkan ( makhluk sosial ).

e. Nilai Ekonomi

Syahdan, zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan bernama Syekh Hasan, banyak harta banyak uang terkenal kesetiap negeri merupakan orang terkaya bertempat tinggal di Negeri Bagdad yang terkenal kemana-mana sebagai kota yang paling ramai saat itu.

Nilai ekonomi yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa orang tersebut merupakan orang yang banyak harta dan uang serta terkenal kemana-mana.

f. Nilai Pendidikan

Pada suatu hari, saatba’da zuhur, Ibnu Hasan sedang di jalan, bertemu seseorang bernama Saleh, yang baru pulang dari sekalah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari mana?” Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,” Sekolah itu apa? Coba jelaskan padaku!” yang ditanya menjawab,”Apakah anda belum tahu?” “sekolah itu tempat ilmu, tepatnya tempat belajar,  berhitung, menulis, mengeja, belajar tatakrama, sopan santun terhadap yang lebih tua dan yang lebih muda, dan terhadap sesama, harus sesuai dengan aturan.”

Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya, dia segera pulang, menghadap kyai dan meminta izinya, untuk belajar disekolah, guna mencari ilmu. Sekarang katakan padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan.” Kyai berkata demikian, tujuan untuk menguji muridnya, apakah betul-betul ingin mencari ilmu atau hanya alasan supaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak malu,”Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba besusah payah tanpa mengenal lelah, mencari ilmu. Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang, ternaknya pun banyak, hamba tidak usah bekerja, karena tidak akan kekurangan. Namun, pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, sudah meninggal dunia, semua hartanya jatuh ketangan hamba. Tapi, ternyata tidak terurus karena saya tidak teliti akhirnya harta itu habis, bukan bertambah. Distulah terlihat ternyata kalau hamba ini bodoh. Bukan bertambah mashur, asalnya anak orang kaya, harus menjadi buruh. Begitulah pendapat saya karena modal sudah ada saya hanya tinggal melanjutkan. Pangkat anakpun begitu pula, walaupun tidak melebihi orang tua, paling tidak harus sama dengan orang tua, dan tidak akan melakukan, apalagi kalau lebih miskin, ibaratnya anak seorang patih.” Maka, yakinlah kyai itu akan bauk muridnya.

Nilai pendidikan yang terdapat dari penggalan hikayat tersebut adalah bahwa kita menuntut ilmu bukan untuk mendapat pujian melainkan untuk mendapatkan imu yang bermanfaat untuk masa depan yang lebih baik.

Kesimpulan 

Hasan adalah anak seorang saudagar dia anak orang paling kaya tetapi dia mempunyai sifat yang sangat mulia, dia tidak menyombongkan diri dengan apa yang ayahnya punya, melainkan ibnu hasan malu ketika dia menjadi anak yang bodoh karena dia tidak mau menjadi seorang pengangguran tetapi dia ingin menjadi orang hebat walaupun harta kekayaan ayahnya diman-mana. 



Baca juga :

Post a Comment

Jika ada yang masih kurang jelas, silahkan untuk bertanya pada kolom komentar di bawah ini atau dengan menghubungi kami di halaman kontak.

1. Centang kotak Notify me/Beri tahu saya untuk mendapatkan notifikasi komentar.
2. Semua komentar dengan menambahkan link akan dihapus dan tidak akan dipublikasikan.
© BLACK SCRIPTS. All rights reserved. Developed by Jago Desain